Minggu, 08 Juli 2012

Fiqih Puasa: Macam-macam Puasa

Menjelang Ramadhan 1433 H ini, bersamadakwah.com berniat untuk menyajikan Fiqih Puasa. Fiqih Puasa ini diringkas dari buku Fiqih Puasa (فقه الصيام) karya Syaikh Dr Yusuf Qardhawi. Kali ini mengkaji Macam-macam Puasa.

MACAM-MACAM PUASA
Ditinjau dari hukumnya, puasa bisa diklasifikasikan menjadi empat macam. Yaitu ada puasa yang wajib, puasa sunnah, puasa makruh dan puasa haram.

Puasa Wajib
Puasa wajib (fardhu) terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Puasa Fardhu 'ain; yakni puasa yang diwajibkan oleh Allah pada waktu tertentu, yakni puasa Ramadhan
2. Puasa fardhu karena sebab tertentu yang menjadi hak Allah SWT. yaitu puasa kafarat (denda). Misalnya kafarat sumpah, kafarat zhihar, dan sebagainya.
3. Puasa fardhu yang tersebab dirinya sendiri, yaitu puasa nazar.

Puasa Sunnah
Yaitu puasa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW selain puasa Ramadhan. Misalnya, puasa enam hari Syawal, puasa Arafah, puasa Tasu'a dan Asyura, puasa ayyamul bidh, puasa Senin Kamis, puasa Daud, dan sebagainya.

Puasa Haram
Yaitu puasa yang dilarang, yang jika dilakukan justru mendapatkan dosa. Misalnya, puasa pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha dan puasa pada hari tasyrik. Termasuk dalam kategori ini adalah puasa-puasa bid'ah, karena ibadah itu berdasarkan tasyri' (penetapan syariat dari Allah). Sedangkan jika ibadah dibuat-buat sendiri, termasuk puasa, maka ia tergolong bid'ah. Misalnya, puasa Maulid (12 Rabiul Awal), puasa Isra' Mi'raj (27 Rajab), dan puasa nisyfu Sya'ban. Namun jika puasa bertepatan dengan 12 Rabiul Awal, 27 Rajab dan Nisyfu Sya'ban itu adalah puasa sunnah yang biasa dikerjakan (misal puasa Daud atau Senin Kamis) dan tidak berniat puasa bid'ah tersebut (Maulid, Isra' Mi'raj dan Nisyfu Sya'ban) maka tidak mengapa (tetap terhitung sebagai puasa sunnah).

Ada lagi puasa yang haram karena merampas hak orang lain. Contohnya puasa sunnah istri yang merampas hak suami, atau puasa sunnahnya guru yang menyebabkan ia mengabaikan kewajibannya mengajar pada murid/santri.


Puasa Makruh
Misalnya adalah puasa dahr, yaitu puasa terus menerus setiap hari. Contoh lain puasa yang makruh adalah mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa, mengkhususkan hari Jum'at untuk berpuasa, serta mengkhususkan hari Sabtu untuk berpuasa.

Demikian Macam-macam Puasa yang diringkas dari buku Fiqih Puasa (فقه الصيام) karya Syaikh Dr Yusuf Qardhawi.

[sumber]

Sabtu, 07 Juli 2012

25 Alasan Enggan Berjilbab

Berikut beberapa alasan anak muda yang enggan berjilbab dan sanggahan halusnya. Semoga yang belum berjilbab mendapat hidayah.

1. Saya nggak mau jilbaban! Jilbaban itu kuno | “Lha, itu zaman flinstones, lebih kuno lagi, nggak pake jilbab”

2. Tapi kan itu hal kecil, kenapa jilbaban harus dipermasalahin?! | “Yang besar2 itu semua awalnya dari perkara kecil yang diremehkan”

3. Yang penting kan hatinya baik, bukan lihat dari jilbabnya, fisiknya! | “trus ngapain salonan tiap minggu? make-upan? itu kan fisik? Dan Islam meyakini bahwa iman itu bukan hanya perkara hati, namun juga ditunjukkan dalam fisik atau amalan lahiriyah. Hati pun cerminan dari lahiriyah. Jika lahiriyah rusak, maka demikianlah hatinya”

4. Jilbaban belum tentu baik | “Betul, yang jilbaban aja belum tentu baik, apalagi yang … (isi sendiri)”

5. Saya kemarin lihat ada yang jilbaban nyuri! | “So what? yang nggak jilbaban juga banyak yang nyuri, gak korelasi kali”

6. Artinya lebih baik jilbabin hati dulu, buat hati baik! | “Yup, ciri hati yang baik adalah jilbabin kepala dan tutup aurat”

7. Kalo jilbaban masih maksiat gimana? dosa kan? | “Kalo nggak jilbaban dan maksiat dosanya malah 2. Malah nggak jilbaban itu dosa besar. ″

8. Jilbaban itu buat aku nggak bebas! | “Oh, berarti lipstick, sanggul, dan ke salon itu membebaskan ya?”

9. Aku nggak mau dibilang fanatik dan ekstrimis! | “Nah, sekarang kau sudah fanatik pada sekuler dan ekstrim tidak mau taat”

10. Kalo aku pake jilbab, nggak ada yang mau sama aku!? | “Banyak yang jilbaban dan mereka nikah kok”

11. Kalo calon suamiku gak suka gimana? | “Berarti dia tak layak, bila didepanmu dia tak taat Allah, siapa menjamin dibelakangmu dia jujur? Dan ingatlah al khobitsaatu lil khobitsiin, perempuan rusak ditakdirkan dengan lelaki yang sama. Demikian sebaliknya.”

12. Susah cari kerja kalo pake jilbab! | “Lalu enggan taat pada perintah Allah demi kerja? emang yang kasih rizki siapa sih? Bos atau Allah? Dan asalnya wanita itu berdiam di rumah: wa qorna fii buyutikunna (menetaplah kalian di rumah-rumah kalian)”

13. Ngapa sih agama cuma diliat dari jilbab dan jilbab? | “Sama aja kayak sekulerisme melihat wanita hanya dari paras dan lekuk tubuh”

14. Aku nggak mau diperbudak pakaian arab! | “Ini simbol ketaatan pada Allah, justru orang arab dulu (di zaman jahiliyah) gak pake jilbab. Syari’at jilbab ini untuk seluruh wanita, bukan hanya Arab sebagaimana ditegaskan dalam surat Al Ahzab ayat 59: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".”

15. Jilbab cuma akal2an lelaki menindas wanita | “Perasaan yang adain miss universe laki2 deh, yang larang jilbab di prancis jg laki2″

16. Aku nggak mau dikendalikan orang tentang apa yang harus aku pake! | “Sayangnya sudah begitu, tv, majalah, sinetron, kendalikan fashionmu”

17. Jilbab kan bikin panas, pusing, ketombean | “Jutaan orang pake jilbab, nggak ada keluhan begitu, mitos aja”

18. Apa nanti kata orang kalo aku pake jilbab?! | “Katanya tadi jadi diri sendiri, nggak peduli kata orang laen…”

19. Jilbab kan nggak gaul?! | “Lha mbak ini mau gaul atau mau menaati Allah?”

20. Aku belum pengalaman pake jilbab! | “Pake jilbab itu kayak nikah, pengalaman tidak diperlukan, keyakinan akan nyusul”

21. Aku belum siap pake jilbab | “Kematian juga nggak akan tanya kamu siap atau belum dear”

22. Mamaku bilang jangan terlalu fanatik! | “Bilang ke mama dengan lembut dan santun, bahwa cintamu padanya dengan menaati Allah penciptanya”

23. Aku kan gak bebas ke mana-mana, gak bisa nongkrong, clubbing, gosip, kan malu sama baju! | “Bukankah itu perubahan baik?”

24. Itu kan nggak wajib dalam Islam!? | “Kalo nggak wajib, ngapain Rasul perintahin semua wanita Muslim nutup aurat?”

25. Kasi aku waktu supaya aku yakin jilbaban dulu | “Yakin itu akan diberikan Allah kalo kita sudah mau mendekat, yakin deh”.

Nah wahai saudariku muslimah, tunggu apalagi?

Mengenai kewajiban berjilbab sudah ditetapkan dalam Al Qur’an yang tiap hari kit abaca, di mana Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59). Ayat ini menunjukkan wajibnya jilbab bagi seluruh wanita muslimah.

Ayat lain yang menunjukkan wajibnya jilbab,

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ …

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, …” (QS. An Nur: 31).

Dalil yang menunjukkan wajibnya jilbab juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ ، وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلاَّهُنَّ . قَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ « لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا »

Dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum muslimin dan doa mereka. Tetapi wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya:, “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkan dia keluar)?” Beliau menjawab, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.” (HR. Bukhari no. 351 dan Muslim no. 890)

Dalam Lisanul ‘Arob, jilbab adalah pakaian yang lebar yang lebih luas dari khimar (kerudung) berbeda dengan selendang (rida’) dipakai perempuan untuk menutupi kepala dan dadanya.[1] Jadi kalau kita melihat dari istilah bahasa itu sendiri, jilbab adalah seperti mantel karena menutupi kepala dan dada sekaligus.

Semoga Allah beri hidayah demi hidayah bagi yang belum berjilbab.

[sumber]

Rabu, 02 Mei 2012

Keutamaan Shalat Tahajud

Shalat malam atau shalat tahajud adalah amalan yang mulia. Inilah kebiasaan orang sholeh. Mereka biasa menjaga shalat malam mereka. Waktu malam mereka banyak digunakan untuk bermunajat pada Allah. Apalagi ketika mendapati sepertiga malam terakhir, mereka memperbanyak do'a kepada Allah karena mengingat keutamaan do'a mustajab kala itu. Semoga dengan mengetahui keutamaan shalat tahajud berikut ini kita semakin giat menjaganya. Allah Ta'ala berfirman,

أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9). Yang dimaksud qunut dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan khusu' (Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 12: 115). Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!” (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 7/166). Jawabannya, tentu saja tidak sama.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ

“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat amalan adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ” (Lihat Al Irwa' no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu berkata, "Shalat hamba di tengah malam akan menghapuskan dosa." Lalu beliau membacakan firman Allah Ta'ala,

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, ..." (HR. Imam Ahmad dalam Al Fathur Robbani 18/231. Bab "تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ ")

'Amr bin Al 'Ash radhiyallahu 'anhu berkata, "Satu raka'at shalat malam itu lebih baik dari sepuluh rakaat shalat di siang hari." (Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma'arif 42 dan As Safarini dalam Ghodzaul Albaab 2: 498)

Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, "Barangsiapa yang shalat malam sebanyak dua raka'at maka ia dianggap telah bermalam karena Allah Ta'ala dengan sujud dan berdiri." (Disebutkan oleh An Nawawi dalam At Tibyan 95)

Ada yang berkata pada Al Hasan Al Bashri , "Begitu menakjubkan orang yang shalat malam sehingga wajahnya nampak begitu indah dari lainnya." Al Hasan berkata, "Karena mereka selalu bersendirian dengan Ar Rahman -Allah Ta'ala-. Jadinya Allah memberikan di antara cahaya-Nya pada mereka."

Abu Sulaiman Ad Darini berkata, "Orang yang rajin shalat malam di waktu malam, mereka akan merasakan kenikmatan lebih dari orang yang begitu girang dengan hiburan yang mereka nikmati. Seandainya bukan karena nikmatnya waktu malam tersebut, aku tidak senang hidup lama di dunia." (Lihat Al Lathoif 47 dan Ghodzaul Albaab 2: 504)

Imam Ahmad berkata, "Tidak ada shalat yang lebih utama dari shalat lima waktu (shalat maktubah) selain shalat malam." (Lihat Al Mughni 2/135 dan Hasyiyah Ibnu Qosim 2/219)

Tsabit Al Banani berkata, "Saya merasakan kesulitan untuk shalat malam selama 20 tahun dan saya akhirnya menikmatinya 20 tahun setelah itu." (Lihat Lathoif Al Ma'arif 46). Jadi total beliau membiasakan shalat malam selama 40 tahun. Ini berarti shalat malam itu butuh usaha, kerja keras dan kesabaran agar seseorang terbiasa mengerjakannya.

Ada yang berkata pada Ibnu Mas'ud, "Kami tidaklah sanggup mengerjakan shalat malam." Beliau lantas menjawab, "Yang membuat kalian sulit karena dosa yang kalian perbuat." (Ghodzaul Albaab, 2/504)

Lukman berkata pada anaknya, "Wahai anakku, jangan sampai suara ayam berkokok mengalahkan kalian. Suara ayam tersebut sebenarnya ingin menyeru kalian untuk bangun di waktu sahur, namun sayangnya kalian lebih senang terlelap tidur." (Al Jaami' li Ahkamil Qur'an 1726)

Tutuplah shalat malam (tahajud) dengan shalat witir.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرً

“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)

[sumber]

Sabtu, 28 April 2012

Keutamaan Mandi Jum'at

Mandi Jum’at adalah salah satu amalan yang diperintahkan di hari yang penuh barokah, hari Jum’at. Apa saja keutamaan mandi tersebut sebagaimana disebut dalam Sunnah Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Mandi Jum’at Antara Wajib dan Sunnah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

“Mandi di hari Jum’at wajib bagi setiap muhtalim (yang telah mimpi basah, artinya dewasa).” (HR. Bukhari no. 879 dan Muslim no. 846).

Imam Syafi’i berkata bahwa wajib di sini ada dua makna. Pertama, wajib, artinya tidak sah thoharoh untuk shalat Jum’at selain dengan mandi. Sedangkan makna kedua adalah wajib di sini bermakna ikhtiyari (pilihan), menunjukkan akhlak mulia dan baik dalam kebersihan. Dimaknakan dengan makna kedua ini berdasarkan kisah dari ‘Utsman bin ‘Affan bersama ‘Umar. ‘Utsman tidaklah mengerjakan shalat (Jum’at) kecuali dengan mandi sedangkan ‘Umar tidaklah memerintahkan shalat Jum’at dengan mandi. Hal ini dapat dipahami bahwa kedua sahabat yang mulia tersebut memahami mandi jum’at itu hanyalah pilihan. (Fathul Bari, 2: 361)

Yang menyatakan bahwa mandi Jum’at itu sunnah juga berdalil dengan dalil berikut.

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ

“Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih afdhol.” (HR. An Nasai no. 1380, At Tirmidzi no. 497 dan Ibnu Majah no. 1091). Hadits ini diho’ifkan oleh sebagian ulama. Sebagian lagi menshahihkannya semacam Syaikh Al Albani rahimahullah[1].

Kalaupun dikatakan wajib, itu bukan merupakan syarat sah shalat Jum’at. Artinya, jika seseorang mengerjakan shalat Jum’at tanpa mandi, maka Jum’atnya sah. Karena mandi di sini adalah amalan tersendiri. (Fathul Bari, 2: 361)

Intinya, mayoritas ulama menganggap bahwa hukum mandi jumat adalah sunnah dan tidak wajib, namun sebagian lainnya mengatakan wajib. Oleh karenanya, sudah sepantasnya setiap remaja muslim tidak meninggalkan amalan ini, apalagi mengingat keutamaan yang besar dalam mandi Jum’at.

Catatan: Mandi Jum’at disyari’atkan bagi orang yang menghadiri shalat Jum’at dan bukan karena hari tersebut adalah hari Jum’at (Lihat Ar Roudhotun Nadiyah, 83). Sehingga wanita atau anak-anak yang tidak punya kewajiban untuk shalat Jum’at, tidak terkena perintah ini. Namun jika mereka menghadiri Jum’at, tetap diperintahkan untuk mandi. Imam Nawawi berkata, “Mandi Jum’at itu dianjurkan bagi siapa saja yang menghadiri Jum’at baik laki-laki maupun perempuan.” (Al Majmu’, 2: 201)

Keutamaan Mandi Jum’at

Pertama: Sebab mendapatkan ampunan di hari Jum’at.

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنِ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّىَ مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى وَفَضْلَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ

“Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi Jum'at, lalu ia shalat semampunya dan diam (mendengarkan khutbah) hingga selesai, kemudian ia lanjutkan dengan shalat bersama Imam, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu dan hari jum'at yang lain. Dan bahkan hingga lebih tiga hari.” (HR. Muslim no. 857).

Dari Salman Al Farisi, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ ، فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ، ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى

“Apabila seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak dan harum-haruman dari rumahnya kemudian ia keluar rumah, lantas ia tidak memisahkan di antara dua orang, kemudian ia mengerjakan shalat yang diwajibkan, dan ketika imam berkhutbah, ia pun diam, maka ia akan mendapatkan ampunan antara Jum’at yang satu dan Jum’at lainnya.” (HR. Bukhari no. 883)

Kedua: Meraih pahala seperti berkurban ketika mandi dan bersegera menghadiri shalat Jum’at.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

“Barangsiapa mandi pada hari jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) ketiga maka dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi khuthbah), maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khuthbah tersebut).” (HR. Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)

Semoga dengan bahasan singkat ini semakin menyemangati para remaja untuk melaksanakan amalan yang satu ini serta bisa terus menjaganya. Wallahu waliyyut taufiq.

[sumber]

Akhir Kehidupan Khalifah Umar Al Khattab

Pada suatu pagi yang hening dan syahdu, seorang hamba Allah yang beriman dan berkualitas dalam sejarah Islam , yang mampu tertulis dalam tinta emas penyebaran Islam, yaitu  Khalifah Umar Al khattab, Khalifah kedua generasi Islam pertama, generasi terbaik. Beliau saat itu bersiap siap hendak keluar menunaikan sholat subuh berjamaah.

Seperti biasanya sebelum melangkah keluar rumah, Khalifah berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya hanya kepada Engkaulah tempat aku berlindung, dan hanya kepadaMu lah tempat aku berserah.” Seorang khalifah besar yang selalu tunduk dan pasrah kepada Raja diRaja, Penguasa Alam, Penguasa para seluruh manusia dan alam semesta , Allah SWT.

Lalu Khalifah Umar terus melangkahkan kaki menuju masjid, walaupun saat itu suasana dingin merasuk hingga ke tulang, namun kecintaan dan ketaatan sebagai mukmin hakiki , beliau tidak mengindahkan dan berjalan dengan tegap.

Sesaat waktu masuk sholat , Khalifah Umar , seorang pemimpin umat dan juga imam , senantiasa memimpin para sahabat untuk sholat berjamaah subuh, sebelum menunaikan sholat seperti biasanya beliau memeriksa dengan seksama shaf jamaah. Setiap melewati dua shaf, beliau akan berkata, “ berdirilah dalam shaf yang lurus. Sesungguhnya meluruskan shaf dalam jamaah itu termasuk dalam kesempurnaan sholat”. Begitulah pemimpin yang ideal, selalu memastikan pasukan dan umatnya selalu rapat dan kompak, berserasi dalam perjuangan maupun ibadah kepada Allah SWT.

Selepas memastikan shaf sholat sudah lurus dan rapi, barulah Khalifah Umar segera mengimamkan sholat subuh. Pada rakaat pertama, beliau membacakan surah Yusuf, sebuah surah yang cukup panjang, dengan panjangnya waktu di rakaat pertama , dengan maksud bila ada yang terlambat hadir ke masjid, akan banyak waktu untuk turut serta dalam sholat berjamaah. 

Ketika jamaah sedang melakukan sholat, sekelebat seorang laki majusi Persia menerobos pergi kebarisan shaf lalu menikam setiap orang di kiri dan kanannya secara membabi buta dengan menggunakan sebilah pisau. Secepat waktu dia sudah berada dibelakang Khalifah Umar, lelaki majusi itu lantas menikam Khalifah Umar Al Khatab sebanyak enam kali. Tikaman itu membuatkan khalifah terpaksa jatuh terduduk sakit.

Para sahabat yang terdekat dengan posisi Umar lantas membatalkan sholatnya lalu berusaha menangkap pembunuh itu, “ Terlaknat kamu karena berani membunuh Amirul Mukminin !” teriak salah satu sahabat.

Majusi Persia itu berkata sambil tertawa, “ Akhirnya dendamku kepada Umar terbalas, ingat, namaku Abu Lu’luah dan aku merasa bangga karena dapat membunuh Umar Al Khatab! “

Tersentak beberapa orang jamaah terdepan segera membatalkan sholat masing masing. Mereka segera mengepung Abu Lu’luah , keadaan menjadi rusuh, lalu penganut majusi Persia itu menyadari dirinya terkepung dan tak mungkin lepas dari kejaran kaum muslimin , maka Abu Lu’luah segera menancapkan pisau ketubuhnya sendiri lalu ia mati dengan cara membunuh dirinya sendiri .

Khalifah Umar Al Khatab yang terduduk kesakitan masih memikirkan kelanjutan tugas terakhirnya memimpin sholat subuhnya dan beliau memegang tangan Abdurrahman bin Auf yang berada di belakangnya sebagai isyarat agar segera menggantikan beliau sebagai imam sholat. Lalu Abdurrahman bin Auf mengimamkan sholat subuh secara singkat dan penuh syahdu. Khalifah Umar  walau tertikam dan terduduk dilantai  tetap menyempurnakan dan menunaikan sholat  subuhnya dalam keadaan sakit menahan akan perihnya luka tikaman, darah mengalir deras dari luka tikaman tersebut. Sholat saat itu menjadi lebih syahdu walau singkat.

Semua sahabat di masjid tersebut diposisi terdepan tetap menyempurnakan sholat mereka walau mereka sungguh melihat peristiwa yang terjadi penuh dengan kekhawatiran dan keharuan.

Jemaah yang berada dibarisan belakang yang tidak melihat apa yang terjadi menjadi risau karena tidak mendengar suara Khalifah Umar sebagai imam sholat, lalu mereka gemuruh mengucapkan tasbih , “ Subhanallah, subhanallah!”

Sesudah sholat subuh, khalifah Umar berkata kepada Abdullah bin Abbas dalam keadaan kesakitan, “Wahai Abdullah, carilah tahu siapa orang yang menyerang saya”

Abdullah bin abbas pergi menuju jenazah Abu Lu’luah yang bergelimpang berlumur darah, seorang daripada kaum muslimin berkata, dia membunuh diriya sendiri.

Tanya Abdullah bin Abbas, “ siapakah nama lelaki yang menikam Amirul Mukminin ini?

Lelaki disekelilingnya menjawab,” lelaki ini adalah budaknya Al mughirah yang bernama Abu Lu’luah, dia adalah penganut majusi Persia.

Lalu Abdullah bin Abbas kembali kepada Khalifah yang dipangku dan diupayakan pengobatan oleh beberapa sahabat, terlihat sangat lemah karena banyak kehilangan darah.

Lelaki yang menikam tuan itu namanya Abu lu’luah, Dia budaknya Al Mughirah,” kata Abdullah bin Abbas.

Mendengar kata kata Abdullah bin Abbas, khalifah Umar berkata, “budak yang bekerja sebagai tukang bangunan itu?”

“Ya” ujar Abdullah bin Abbas.

Khalifah Umar Al Khattab berkata, semoga Allah melaknatnya karena menyakiti saya, sedangkan saya tidak pernah menzaliminya. Segala puji bagi Allah yang tidak mewafatkan nyawaku ditangan orang muslim”. 

Terbitlah senyum bahagia di raut muka seorang pejuang , syuhada, pemimpin umat yang kuat dan kokoh. Dia bahagia karena dicintai rakyatnya, dia gembira bahwa yang menikamnya adalah musuh Islam, dia bersukacita bahwa dia berhasil menyatukan dan meneruskan keutuhan Islam semenjak ditinggalkan oleh Rasullullah SAW dan sahabatnya Abu Bakar…

Senyum yang membawanya ke surga kelak…senyum yang membuktikan kabar dari Rasulullah SAW bahwa dirinya memang ditakdirkan sebagai syuhada.

Jumat, 27 April 2012

Tahukah anda Siapa Pembunuh Abu Jahal?

Abdurrahman bin Auf didatangi dua orang remaja dari kaum anshar, yaitu Muaz bin Amr Al-jamuh, 14 tahun dan Muawwiz bin Afra berumur 13 tahun. Kedua duanya bersenjatakan pedang. Tentara Quraisy seolah olah tidak menghiraukan kehadiran dua remaja itu karena menganggap kedua duanya tidak berbahaya. Mereka lebih memilih Abdurrahman bin Auf agar ditawan hidup hidup untuk dijadikan tebusan karena dia terkenal sebagai saudagar yang kaya.

Dalam kondisi kerusuhan pertempuran, Abdurrahman bin Auf berteriak ,” Wahai anak, kamu masih terlalu muda untuk terlibat di peperangan ini, sebaiknya engkau menjauhlah dari tempat ini.”

“Kami mendapat izin daripada ibu dan ayah kami bagi menyertai pasukan Muhammad,” teriak Muaz.

“Saya datang kesini hanya untuk membunuh Abu Jahal. Tunjukkan dimana dia?” Kata Muawwiz dengan penuh semangat.

Pada mulanya Abdurrahman bin Auf tidak menghiraukan kata kata dua remaja itu, tetapi Muaz dan Muawwiz terus mendesaknya supaya menunjukkan dimana Abu Jahal maka akhirnya Abdurrahman terpaksa menyetujuinya.

“ Paman akan tunjukkan kepada kamu dimana Abu Jahal, boleh tahu apa yang akan kamu lakukan apabila berjumpa dengannya? Tanya Abdurrahman bin Auf pula.

“Ibu saya berpesan jangan pulang ke rumah selagi kepala Abu Jahal tidak diceraikan dari badannya,” jawab Muaz bersungguh sungguh.

“Abu Jahal menghina serta menyakiti Rasulullah, saya ingin membunuhnya,” kata Muawwiz pula.

Abdurrahman bin Auf tersenyum mendengar kata kata dari dua orang remaja yang berani itu. Dia berjanji akan menunjukkan Abu Jahal apabila berjumpa. Tiba tiba seorang tentara quraisy menyerang Abdurrahman bin auf dari belakang. Muaz dan Muawwiz yang melihat kejadian itu segera bertindak melindunginya. Muaz dengan cepat menebas kaki tentara Quraisy menyebabkan dia tersungkur dan Muawwaiz pula menikamnya hingga mati. Melihat itu Abdurrahman bin Auf berasa kagum dengan kehidupan dua remaja itu.

“Tunjukkan kepada kami di mana Abu Jahal,” kata Muaz seolah-olah tidak sabar lagi hendak bertemu dengan ketua pasukan Quraisy itu.

Tiba tiba Abdurrahman bin Auf melihat Abu Jahal sedang berada dibawah sepohon kayu yang rindang. Dia menunggang kuda sambil berteriak memberi kata kata semangat kepada pasukannya agar terus berjuang.

Itulah lelaki yang kamu cari. Tetapi kamu haruslah berhati hati karena dia juga seorang perwira Quraisy” kata Abdurrahman bin Auf

“terima kasih paman. Saya akan dapatkan dia sekarang,” ujar Muaz sambil berlari ke arah Abu Jahal.

“Saya akan membantunya membunuh lelaki yang memusuhi Allah dan RasulNya itu,” kata Muawwiz juga.

“Berhati hati karena dia dilindungi oleh pasukan Quraisy,” pesan Abdurrahman bin Auf. Dia sendiri tidak dapat membantu karena sedang berhadapan dengan tentara Quraisy yang menyerangnya.

Muaz dan Muawwiz terus berlari ke arah Abu Jahal yang masih berada di atas kudanya , mereka berlari tanpa menghiraukan keselamatan mereka. Ketika itu Abu Jahal tidak menyadari kedatangan dua remaja tersebut. Muaz tiba lebih dahulu , dia tidak mencapai menebas kaki abu Jahal, maka yang ia tebas adalah kaki kanan kuda yang dinaiki Abu Jahal, seketika kuda tersebut jatuh tersungkur, Abu Jahal pun tersungkur. Dia marah sekali sambil menahan sakitnya akibat jatuh dari kuda, Abu Jahal mencoba bangun tetapi dengan cepat Muaz menebas kaki kanan Abu Jahal hingga putus. Muawwiz yang menyusul memukul pula kepala Abu Jahal hingga dia teramat sakit.

Ikramah anak Abu Jahal yang turut berada di situ segera menolong dan melindungi bapaknya, dia menyerang balik Muaz dan menebas tangan kiri remaja itu hingga hampir putus, Muaz terjerembab. Muaz berusaha lari dan dibiarkan oleh ikrimah karena dia melihat Muawwiz hendak membunuh bapaknya. Maka terjadi pertarungan seorang dewasa matang dalam pertempuran yaitu Ikramah dengan Muawwiz yang masih berumur 13 tahun, karena tidak seimbang akhirnya Muawwiz gugur sebagai syahid.

Muaz selepas berhasil menjauhi Ikramah yang mengejarnya, ia terus berlari menuju Rasulullah, tapi pelariannya terganggu karena tangan kirinya yang terkulai karena hampir putus. Muaz akhirnya berhenti lalu mengambil keputusan untuk memutuskan tangannya yang terkulai itu lalu berkata, “ wahai tangan, kamu mengganggu perjalananku untuk bertemu Rasulullah.

Tanpa menghiraukan kesakitannya Muaz terus berlari hingga bertemu Rasulullah, kemudian Muaz memeluk Rasulullah.

“Wahai Rasulullah, saya dan Muawwiz berhasil membuat Abu Jahal cedera, tetapi dia masih hidup karena kami di serang oleh anaknya bernama Ikramah dan beberapa pasukan Quraisy.” Beritahu Muaz lalu menunjukkan posisi mana Abu Jahal sedang berada.

Nabi Muhammad memanggil Abdullah Ibnu Mas’ud yang berada di situ karena gilirannya mengawal Rasulullah , Beliau lalu menyuruh Ibnu Masud mencari Abu Jahal berada.

“ Wahai Ibnu Masud, anak ini mengatakan dia telah membuat Abu Jahal terluka, pergilah dan lihatlah dia disana,” kata Rasulullah.

Abdullah ibnu Mas’ud segera pergi mencari Abu Jahal, didapatinya pimpinan Quraisy itu terluka parah tetapi masih hidup. Tanpa rasa belas kasihan Abdullah bin Mas’ud menekan leher Abu Jahal sambil berkata,” Wahai musuh Allah dan musuh RasulNya, pada hari ini Allah menghinakanmu.”

“Dengan apa Allah menghina aku? Apakah karena aku mati ditangan engkau? Tanya Abu Jahal yang masih menunjukkan kesombongannya.

Abdullah ibnu Mas’ud mengangkat pedang hendak memenggal kepala Abu Jahal, tetapi Abu Jahal berujar,” sebelum engkau membunuh aku, beritahu dahulu pihak mana yang memenangi pertempuran ini, milik siapakah kemenangan hari ini?”

“Pasukan Quraisy kalah, kemenangan itu milik Allah dan RasulNya,” Jawab Abdullah bin Mas’ud.

“Anda bohong wahai pengembala kambing !” kata Abu Jahal, dia masih menunjukkan angkuhnya walau situasi sedang kritis.

Tanpa ada sela waktu, pedang Abdullah bin Mas’ud menebas kepala Abu Jahal…

Berita terbunuhnya Abu Jahal dengan cepat disampaikan kepada pasukan Islam, mereka menjadi semakin membara dan semangat, tetapi dipihak lain berita kematian itu meluluhkan semangat pasukan Quraisy….

Rasul mendengar berita kematian Abu Jahal dari Abdullah bin Mas’ud, beliau mengatakan ,” Wallahi, Laa ilaha illaLLah , Laa ilaha illaLLah, Laa ilaha illaLLah, Allahu Akbar, AlhamduliLLah , Dia yang memenuhi janjiNya dengan menolong hambaNya dan mengalahkan musuhNya.”

Begitulah kematian musuh Allah, secara fisik dan kemegahan saat itu Abu Jahal termasuk manusia yang dihormati kaumnya, punya posis tinggi, tapi Allah menghinakannya, dimulai dengan serangan dua orang remaja dibawah umur, segala kekuatannya tumbang atas izin Allah, sebuah bukti hanyalah dengan kekuatan iman dan jihad lah yang dapat mengalahkan kekuatan kekuatan musrik dan musuh Islam dari dulu hingga sekarang.

[sumber]

Dampak Buruk Akibat Ambisi Terhadap Kekuasaan

Terhadap Pribadi Aktivis


Orang-orang yang terlalu berambisi terhadap kepemimpinan dan mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin, pada umumnya memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat berebihan, sekaligus menyepelekan peran orang lain, serta bantuan dan pertolongan Allah. Padahal telah menjadi sunatullah bahwasanya Allah Ta'ala tidak akan memberikan bantuan dan pertolongan kepada para hamba-Nya yang bersikap semacam itu.

Menjerumuskan Diri Sendiri ke Dalam Fitnah dan Murka Allah

Orang yang menginginkan kekuasaan dan jabatan diumpamakan sebagai orang yang tengah meletakkan dirinya pada tempat berhembusnya angin fitnah. Orang yang dalam melaksanakan kekuasaannya tidak tidak mendapat pertolongan dan bimbingan Allah,maka mudah baginya berlaku zalim dan bertindak sewenang-wenang. Jika dia berbuat seperti itu, maka berarti dia mengundang murka Allah Ta'ala.

Alangkah indah gambaran yang disampaikan oleh Rasulullah shallahu alaihi wassalam mengenai hal itu. Sabda beliau:

"Sungguh kalian akan berambisi kepada kekuasaan. Hal itu kelak akan menjadi penyesalan pada hari kiamat. Baik sekali wanita yang menyusui anaknya dan buruk sekali wanita yang menyapih anaknya".

Berlipatgandanya Dosa dan Tanggungan

Seorang pemimpin pada dasarnya adalah seorang penutan. Oleh karena itu, semua tingkah lakunya, yang baik maupun yang buruk, kelak akan ditiru oleh para pengikutnya. Jika tingkah lakunya buruk ditiru, maka secara tidak sadar dia ikut menjerumuskan orang lain ke dalam lembah dosa. Di akhirat nanti, selain menanggung dosa pribadinya, dia juga akan menanggung dosa orang-orang yang mengikutinya itu. Maha benar Allah dalam firman-Nya:

لِيَحْمِلُواْ أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلاَ سَاء مَا يَزِرُونَ ﴿٢٥﴾

"(Hal demikian), menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa oang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (QS. An-Nahl [16] : 25)

Sabda Rasulullah shallahu alaihi wassalam:

"Barangsiapa yang menciptakan kebiasaan buruk dalam Islam, maka ia akan menanggung dosanya berikut dosa orang yang mengerjakan setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitipun."(HR. Muslim)

Terjadinya Peperangan dan Pengusiran atau Eksodus

Ambisi terhadap kekuasaandan jabatan dapat mengakibatkan kudeta, pertikaian, dan peperangan atau pengusiran (eksodus), yaitu berpindahnya rakyat secara besar-besaran dari kampung halaman atau negeri mereka.

Terhadap Amal Islami

Salah satu dampak buruk dari ambisi kekuasaan dan jabatan terhadap amal Islami yaitu akan semakin beratnya beban dan bertambah panjangnya perjalanan dakwah yang dilakukan, karena suatu amal Islami tidak mungkin berjalan dengan baik, jika para pemimpinnya bersikap ambisius atau ingin selalu menjadi pemimpin, sehingga amal Islami akan mudah dilanda kegagalan dan terhalangdari pertolongan Allah.

Firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ﴿٤٠﴾

"Sesungguhnya Allah akan menolong orang yang menolong (agama) Nya."(QS. al-Hajj [22] : 40)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ ﴿٧﴾

"Wahai orang-orang yang beriman jika kalian menolong (agama) Allah niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan pendirian kalian". (QS. Muhammad [47] : 7)

Para pendahulu umat ini -radhiallahu 'anhum- telah mengantisipasi hal itu sejak dahulu. Jika mereka mengalami keterlambatan dalam memperoleh kemenangan di medan juang, maka mereka akan segera melakukan instrospeksi diri, jangan-jangan penyebab keterlambatan datangnya pertolongan Allah itu akibat oleh sikap cinta dunia.

Kemudian mereka segera bertobat dan kembali kepada Allah. Setelah itu kemenangan pun segera mereka peroleh.

Kisah dibawah ini merupakan gambaran yang jelas mengenai hal itu.

Ketika pasukan yang dipimpin oleh Amr Ibnul Ash terhambat membebaskan negeri Mesir dari kaum kafir, maka ia mengirimkan pasukan tambahan. Khalifah Umar kemudian mengirimkan pasukan tambahan. Khalifah Umar ibnul Khaththab kemudian mengirimkan pasukan tambahan sebanyak empat ribu orang. Jadi selulruh pasukan berjumlah delapan ribu orang. Setiap seribu orang dipimpin seorang komandan.

Khalifah Umar menulis surat kepada Amru ibnul Ash, "Saya mengirim pasukan tambahan dengan komandan yang nilainya sama dengan seribu orang. Mereka itu adalah az-Zubair ibnul Awwam, Miqdaad ibnul Amru, Ibaadah ibnush-Shamit, dan Maslamah bin Mukhallad. Ketahuilah wahai Amru ibnul Ash, engkau saat ini berserta dua belas ribu pasukan. Jumlah yang tidak mungkindapat dikalahkan oleh musuh karena alasan sedikit".

Akan tetapi, ketika bala bantuan itu sampai, kemenangan tak jua kunjung datang. Oleh karena itu, Khalifah Umar mengirimkan sepucuk surat kepada panglima perang Amru ibunul Ash. Bunyi surat itu sebagai berikut :

"Amma ba'du."

"Aku heran akan kelambatanmu merebut negeri Mesir. Padahal, kalian telah berperang dalam waktu lama. Semua itu tidak terjadi, kecuali karena perbuatan kalian sendiri, dan kecintaan kalian kepada dunia seperti kecintaan musuhmu kepadanya. Allah Ta'ala tidak akan menolong suatu kaum, kecuali karena kebenaran niat mereka. Sebelum ini aku telah memberitahukan bahwa satu orang dari mereka itu sama nilainya dengan seribu orang sejauh aku ketahui, kecuali jika mereka telah berubah dengan sesuatu yang menjadikan kalian berubah."

"Jika surat ini telah sampai di tanganmu, maka bicaralah di hadapan pasukanmu dan semangatkanlah mereka untuk perang melawan musuh. Doronglah mereka agar tetap bersabara dan menjaga kebersihan niat. Yakinlah mereka dengan empat orang tadi, dan perintahkanlah mereka semuanya agar serentak dalam bertempur sepreti satu orang. Hendaklah kalian melakukan serbuan sesudah siang hari Jum'at, karena saat itu merupakan waktu turunnya rahmat dan waktu dikabulkannya doa. Hendaklah mereka memohon kepada Allah agar memperoleh kemenangan atas musuh mereka". Wallahu'alam.

[sumber]

Beda Bidah Hasanah dan Bidah Sayyiah

Kita ketahui bersama dalam tulisan-tulisan yang telah lewat di web ini bahwa bid’ah adalah setiap amalan ibadah (bukan perkara duniawi) yang dibuat-buat dan tidak memiliki landasan dalil. Sebagian orang bingung menilai manakah bid’ah hasanah (bid’ah yang dianggap baik) dan bid’ah sayyi’ah (bid’ah yang dianggap jelek). Kadang yang sebenarnya bid’ah sayyi’ah namun –sayangnya- dianggap sebagai hasanah (kebaikan). Para ulama membantu untuk membedakan kedua jenis bid’ah ini bagi yang masih mengkategorikan bid’ah menjadi dua maca seperti itu.


Beda Bid’ah Hasanah dan Sayyi’ah

Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata,

“Setiap bid’ah bukan wajib dan bukan sunnah, maka ia termasuk bid’ah sayyi’ah. Bid’ah termasuk bid’ah dholalah (yang menyesatkan) menurut sepakat para ulama. Siapa yang menyatakan bahwa sebagian bid’ah dengan bid’ah hasanah, maka itu jika telah ada dalil syar’i yang mendukungnya yang menyatakan bahwa amalan tersebut sunnah (dianjurkan). Jika bukan wajib dan bukan pula sunnah (anjuran), maka tidak ada seorang ulama pun mengatakan amalan tersebut sebagai hasanah (kebaikan) yang mendekatkan diri kepada Allah.

Barangsiapa mendekatkan diri pada Allah dengan sesuatu yang bukan kebaikan yang diperintahkan wajib atau sunnah, maka ia sesat, menjadi pengikut setan dan mengikuti jalannya. ‘Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata,

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا وَخَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ : هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ وَهَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إلَيْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan pada kami jalan yang lurus, lalu di samping kanan kirinya terdapat jalan. Lalu beliau mengatakan mengenai jalan yang lurus adalah jalan Allah dan cabang-cabangnya terdapat setan yang menyeru kepadanya. Lalu beliau membaca firman Allah Ta’ala,

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya” (QS. Al An’am: 153) (Majmu’ Al Fatawa, 1: 162).

Nyatanya Kurang Tepat

Yang jelas pembagian bid’ah menjadi hasanah dan sayyi’ah kurang tepat karena akan menimbulkan kerancuan. Kok bisa ada bid’ah yang baik, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mengatakan,

وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Setiap bid’ah adalah sesat” (HR. Muslim no. 867). Hadits semisal ini dalam bahasa Arab dikenal dengan lafazh umum, artinya mencakup semua bid’ah, yaitu amalan yang tanpa tuntunan atau tanpa dasar.

Imam Asy Syatibhi Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Para ulama memaknai hadits di atas sesuai dengan keumumannya, tidak boleh dibuat pengecualian sama sekali. Oleh karena itu, tidak ada dalam hadits tersebut yang menunjukkan ada bid’ah yang baik.” (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 91, Darul Ar Royah)

Inilah pula yang dipahami oleh para sahabat generasi terbaik umat ini. Mereka menganggap bahwa setiap bid’ah itu sesat walaupun sebagian orang menganggapnya baik. Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr dalam kitab As Sunnah dengan sanad shahih dari Ibnu ‘Umar. Lihat Ahkamul Janaiz, Syaikh Al Albani, hal. 258, beliau mengatakan hadits ini mauquf, shahih)

Untuk Memahami Manakah Bid’ah

Untuk memahami bagaimana pengertian yang tepat mengenai bid’ah (sayyi’ah), maka berikut adalah kriterianya. Jika memenuhi tiga kriteria ini, maka suatu amalan dapat digolongkan sebagai bid’ah:

Amalan tersebut baru, diada-adakan atau dibuat-buat.
Amalan tersebut disandarkan sebagai bagian dari ajaran agama.
Amalan tersebut tidak memiliki landasan dalil baik dari dalil yang sifatnya khusus atau umum. (Qowa’id Ma’rifatil Bida’, Muhammad bin Husain Al Jizaniy, hal. 18)

Dari kriteria pertama di atas, maka amalan yang ada tuntunan dan memiliki dasar dalam Islam tidak disebut bid’ah semisal shalat lima waktu dan puasa Ramadhan. Dilihat dari kriteria kedua, maka tidak termasuk di dalamnya hal baru atau dibuat-buat berkaitan dengan urusan dunia, semisal perkembangan atau inovasi pada smartphone dan laptop, ini bukanlah bid’ah yang dicela. Dan jika menilik kriteria ketiga, maka amalan yang ada landasan dalil khusus seperti shalat tarawih yang dilakukan secara berjama’ah di masa ‘Umar hingga saat ini, tidaklah disebut bid’ah (Lihat Qowa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 18-21).

Semakin menguatkan penjelasan di atas yaitu definisi Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i rahimahullah berikut ini. Beliau berkata,

والمراد بقوله كل بدعة ضلالة ما أحدث ولا دليل له من الشرع بطريق خاص ولا عام

“Yang dimaksud setiap bid’ah adalah sesat yaitu setiap amalan yang dibuat-buat dan tidak ada dalil pendukung baik dalil khusus atau umum” (Fathul Bari, 13: 254). Juga ada perkataan dari Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah,

فكلُّ من أحدث شيئاً ، ونسبه إلى الدِّين ، ولم يكن له أصلٌ من الدِّين يرجع إليه ، فهو ضلالةٌ ، والدِّينُ بريءٌ منه ، وسواءٌ في ذلك مسائلُ الاعتقادات ، أو الأعمال ، أو الأقوال الظاهرة والباطنة .

“Setiap yang dibuat-buat lalu disandarkan pada agama dan tidak memiliki dasar dalam Islam, itu termasuk kesesatan. Islam berlepas diri dari ajaran seperti itu termasuk dalam hal i’tiqod (keyakinan), amalan, perkataan yang lahir dan batin” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 128). Ringkasnya yang dimaksud bid’ah adalah setiap yang dibuat-buat dalam masalah agama tanpa ada dalil.

Silakan Datangkan Dalil!

Jadi silakan timbang-timbang jika menilai bid’ah hasanah dengan pernyataan di atas. Apakah perayaan Maulid Nabi itu hasanah? Apakah berdo’a dengan menganggap afdhol jika di sisi kubur para wali itu bid’ah hasanah? Begitu pula yasinan dan selamatan kematian (pada hari ke-3, 7, 40, 100, sampai dengan 1000 hari) benarkah bid’ah hasanah? Silakan buktikan dengan dalil!

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS. Al Baqarah: 111).

[sumber]

Kamis, 26 April 2012

Adab Ketika Bersin

Bersin adalah sesuatu yang disukai Allah Ta’ala, dan bahkan bersin itu adalah pemberian dari Allah.

Sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

اَلْعُطَاسُ مِنَ اللهِ وَالتَّثَاؤُبُ مِنَ الشَّيْطَانِ،

فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَضَعْ يَدَهُ عَلَى فِيْهِ،

وَإِذَا قَالَ: آهْ آهْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَضْحَكُ مِنْ جَوْفِهِ،

وَإِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ

“Bersin itu dari Allah dan menguap itu dari syaithon. Jika salah seorang diantara kalian menguap, hendaknya dia menutup dengan tangannya. Jika ia mengatakan, “aah…” berarti syaithon sedang tertawa di dalam perutnya. Sesungguhnya Allah menyukai perbuatan bersin dan membenci menguap.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2746; al-Hakim, IV/264; Ibnu Khuzaimah, no. 921 dan Ibnu Sunni dalam kitab ‘Amalul Yaum wal Lailah, no. 2666. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami’, no. 4009).

Agar bersin yang kita lakukan bisa mendatang pahala di sisi Allah Ta’ala, maka hendaklah kita memperhatikan adab-adab yang diajarkan oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala kita sedang bersin.Berikut ini adalah adab-adab yang harus kita perhatikan ketika bersin. Semoga Allah Ta’ala memberikan pertolongan kepada kita untuk mengamalkannya.

Pertama : Meletakkan Tangan Atau Baju ke Mulut Ketika Bersin

Salah satu akhlaq mulia yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersin adalah menutup mulut dengan tangan atau baju. Hal ini sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau bersin.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَطَسَ وَضَعَ يَدَهُ أَوْ ثَوْبَهُ عَلَى فِيْهِ

وَخَفَضَ أَوْ غَضَّ بِهَا صَوْتَهُ

“Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersin, beliau meletakkan tangan atau bajunya ke mulut dan mengecilkan suaranya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5029; at-Tirmidzi, no. 2745 dan beliau menshohihkannya. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim, IV/293, beliau menshohikannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi).

Di antara hikmahnya, kadangkala ketika seseorang itu bersin, keluarlah air liur dari mulutnya sehingga dapat menggangu orang yang ada disebelahnya, atau menjadi sebab tersebarnya penyakit dengan ijin Allah Ta’ala. Maka tidak layak bagi seorang muslim menyakiti saudaranya atau membuat mereka lari. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua : Mengecilkan Suara Ketika Bersin

Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas.

Dalam redaksi yang lainnya disebutkan,

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَضَعْ كَفَّيْهِ عَلَى وَجْهِهِ وَلْيَخْفِضْ صَوْتَهُ

“Apabila salah seorang dari kalian bersin hendaklah ia meletakkan tangannya ke wajahnya dan mengecilkan suaranya.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim, IV/264 dan beliau menshohihkannya. Disepakati pula oleh adz-Dzahabi, dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 9353. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami’, no. 685)

Betapa banyaknya orang yang terganggu atau terkejut dengan kerasnya suara bersin. Maka sudah selayaknya setiap muslim mengecilkan suaranya ketika bersin sehingga tidak mengganggu atau mengejutkan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Ketiga : Memuji Allah Ta’ala Ketika Bersin

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk mengucapkan tahmid tatkala bersin. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ

وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوْهُ أَوْ صَاحِبُهُ: يَرْحَمُكَ اللهُ،

فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللهُ، فَلْيَقُلْ : يَهْدِيكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Jika salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan Alhamdulillah, jika ia mengatakannya maka hendaklah saudaranya atau temannya membalas: yarhamukalloh (semoga Allah merahmatimu). Dan jika temannya berkata yarhamukallah, maka ucapkanlah: yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhori, no. 6224 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dalam redaksi lainnya disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ،

فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ، فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Jika salah seorang dari kalian bersin dan memuji Allah, maka wajib atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mengucapkan tasymit (yarhamukalloh) …” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6226 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Keempat : Mengingatkan Orang Yang Bersin Agar Mengcapkan Tahmid Jika Ia Lupa

Jika kita mendapati orang yang bersin namun tidak memuji Allah Ta’ala, hendaklah kita mengingatkannya. Ini termasuk bagian dari nasihat.

‘Abdullah bin al-Mubarak melihat orang lain bersin tapi tidak mengucapkan Alhamdulillah, maka beliau berkata kepadanya, “Apa yang seharusnya diucapkan seseorang jika ia bersin?” Orang itu mengatakan, “Alhamdulillah.” Maka Ibnul Mubarak menjawab, “Yarhamukalloh.”

Kelima : Tidak Perlu Mendo’akan Orang Yang Sudah Bersin Tiga Kali Berturut-Turut

Demikianlah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam. Beliau bersabda:

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيُشَمِّتْهْ جَلِيْسُهُ،

فَإِنْ زَادَ عَلَى ثَلاَثٍ فَهُوَ مَزْكُوْمٌ، وَلاَ يُشَمَّتْ بَعْدَ ثَلاَثٍ

“Jika salah seorang dari kalian bersin, hendaklah orang yang ada di dekatnya mendo’akannya. Dan jika (ia bersin) lebih dari tiga kali berarti ia sakit. Janganlah kalian men-tasymit bersinnya setelah tiga kali.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5034; Ibnus Sunni, no. 251; dan Ibnu ‘Asakir, 8/257. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami’, no. 684)

Dalam redaksi lainnya disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

شَمِّتْ أَخَاكَ ثَلاَثًا فَمَا زَادَ فَهُوَ زُكَامٌ

“Do’akanlah saudaramu yang bersin tiga kali dan bila lebih dari itu berarti ia sedang sakit.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5034 dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iiman, 7/32. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam al-Misykah, no. 4743)

Ada seorang laki-laki bersin di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salla. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Yarhamukalloh.” Kemudian ia bersin lagi, maka Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:

اَلرَّجُلُ مَزْكُوْمٌ

“Laki-laki ini sedang sakit.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2993)

Keenam : Tidak Mengucapkan Tasymit Terhadap Orang Kafir Yang Bersin Meskipun Ia Mengucapkan Alhamdulillah

Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

كَانَ الْيَهُوْدُ يَتَعَاطَسُوْنَ عِنْدَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-

يَرْجُوْنَ أَنْ يَقُوْلَ لَهُمْ يَرْحَمُكُمُ اللهُ،

فَيَقُوْلُ: يَهْدِيْكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

Dahulu orang Yahudi sengaja bersin di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harapan Nabi mengatakan, “yarhamukumulloh (semoga Allah merahmatimu)” tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5038 dan At-Tirmidzi, no. 2739. Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih).

[sumber]

Ampunan bagi Mereka yang Masuk Islam

Islam sungguh agama yang sangat indah. Agama ini memberikan karunia yang besar bagi mereka yang masuk Islam dengan hidayah dari Allah. Di antara rahmat Allah yang sangat luas adalah tawaran-Nya kepada orang-orang kafir dan musyrik, jika mereka bertobat dan masuk Islam, maka dosa mereka yang telah lalu di ampuni.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِّلَّذِينَ كَفَرُوا إِن يَنتَهُوا يُغْفَرْ لَهُم مَّاقَدْ سَلَفَ وَإِن يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّةُ اْلأَوَّلِينَ

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (ketetapan Allah) terhadap orang-orang dahulu.“ (Q.S. Al-Anfaal: 38).

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَسْلَمَ الْعَبْدُ فَحَسُنَ إِسْلَامُهُ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ كُلَّ حَسَنَةٍ كَانَ أَزْلَفَهَا وَمُحِيَتْ عَنْهُ كُلُّ سَيِّئَةٍ كَانَ أَزْلَفَهَا ثُمَّ كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ الْقِصَاصُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرَةِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا

“Jika seorang hamba masuk Islam, lalu Islamnya baik, Allah menulis semua kebaikan yang pernah dia lakukan, dan dihapus darinya semua keburukan yang pernah dia lakukan. Kemudian setelah itu ada qishash (balasan yang adil), yaitu satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat sampai 700 kali lipat. Adapun satu keburukan dibalas dengan sama, kecuali Allah ‘Azza wa Jalla mengampuninya” (H.R. Nasai, no. 4998, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 247).

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda kepada sahabat ‘Amru bin Al-’Aash yang berkehendak masuk Islam,

أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْإِسْلَامَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ وَأَنَّ الْهِجْرَةَ تَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلِهَا وَأَنَّ الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ

“Tidakkah engkau tahu bahwa Islam menggugurkan (dosa-dosa) sebelumnya, dan bahwa hijroh menggugurkan (dosa-dosa) sebelumnya bahwa haji menggugurkan (dosa-dosa) sebelumnya” (H.R. Muslim, no. 121).

Kalau demikian, alangkah pemurahnya Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Alangkah besarnya nilai agama Islam ini, dan alangkah agungnya nilai iman. Maka, jangan sampai seseorang menggadaikannya dengan kesenangan dunia yang sementara ini, karena dia akan merugi dengan kerugian yang sejati.

Setelah mengetahui keutamaan orang yang masuk Islam, maka marilah kita ajak orang terdekat dan teman kita untuk mengenal dan memahami Islam. Dan beritahukan kepadanya karunia Allah untuknya jika ia masuk Islam. Kita pun yang mengajak akan ketularan pahala kebaikannya.

[sumber]

Selasa, 24 April 2012

Adab Bergaul dengan Lawan Jenis

Dilahirkan sebagai seorang wanita adalah anugerah yang sangat indah dari Allah Ta’ala. Sebuah anugerah yang tidak dimiliki oleh seorang pria.Terlebih anugerah itu bertambah menjadi muslimah yang mukminah yaitu wanita muslimah yang beriman kepada Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)

Menjadi wanita muslimah yang beriman kepada Allah tentu tidak mudah,karena banyak sekali godaan-godan dalam mencapainya. Dikarenakan balasan yang Allah janjikan pun tidak terbandingkan dan semua wanita pun menginginkannya. Godaan-godaan untuk menjadi wanita shalihah sering kali datang dan menggebu-gebu saat kita menginjak usia remaja,di mana masa puberitas seorang wanita ada di masa ini. Bukan hal yang mudah pula bagi remaja muslim dalam melewati masa ini, namun sungguh sangat indah bagi para remaja yang bisa dikatakan lulus dalam melewati masa pubertas yang penuh godaan ini.

Salah satu godaan yang amat besar pada usia remaja adalah “rasa ketertarikan terhadap lawan jenis”. Memang, rasa tertarik terhadap lawan jenis adalah fitrah manusia, baik wanita atau lelaki. Namun kalau kita tidak bisa memenej perasaan tersebut,maka akan menjadi mala petaka yang amat besar,baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang yang kita sukai. Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

”Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim)

Sebagai wanita muslimah kita harus yakin bahwa kehormatan kita harus dijaga dan dirawat, terlebih ketika berkomunikasi atau bergaul dengan lawan jenis agar tidak ada mudhorot (bahaya) atau bahkan fitnah. Di bawah ini akan kami ungkapkan adab-adab bergaul dengan lawan jenis. Di antaranya:

Pertama: Dilarang untuk berkholwat (berdua-duan)

TTM, teman tapi mesra, kemana-mana bareng, ke kantin bareng, berangkat sekolah bareng, pulang sekolah bareng. Hal ini merupakan gambaran remaja umumnya saat ini,di mana batas-batas pergaulan di sekolah umum sudah sangat tidak wajar dan melanggar prinsip Islam. Namun tidak mengapa kita sekolah di sekolah umum jika tetap bisa menjaga adb-adab bergaul dengan lawan jenis. Jika ada seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan maka yang ketiga sebagai pendampingnya adalah setan.

Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin." (HR. Ahmad, sanad hadits ini shahih)

Daripada setan yang menemani kita lebih baik malaikat bukan? Ngaji,membaca Al Quran dan memahami artinya serta menuntut ilmu agama InsyaAllah malaikatlah yang akan mendampingi kita.Tentu sebagai wanita yang cerdas, kita akan lebih memilih untuk didampingi oleh malaikat.

Kedua: Menundukkan pandangan

Pandangan laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya adalah termasuk panah-panah setan. Kalau cuma sekilas saja atau spontanitas atau tidak sengaja maka tidak menjadi masalah pandangan mata tersebut, pandangan pertama yang tidak sengaja diperbolehkan namun selanjutnya adalah haram.Ketika melihat lawan jenis,maka cepatlah kita tundukkan pandangan itu, sebelum iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan hati kita. Segera mohon pertolongan kepada Allah agar kita tidak mengulangi pandangan itu.

Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.

"Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku." (HR. Muslim)

Ketiga: Jaga aurat terhadap lawan jenis

Jagalah aurat kita dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya. Maksudnya mahram di sini adalah laki-laki yang haram untuk menikahi kita. Yang tidak termasuk mahram seperti teman sekolah, teman bermain, teman pena bahkan teman dekat pun kalau dia bukan mahram kita, maka kita wajib menutup aurat kita dengan sempurna. Maksud sempurna di sini yaitu kita menggunakan jilbab yang menjulur ke seluruh tubuh kita dan menutupi dada. Kain yang dimaksud pun adalah kain yang disyariatkan, misal kainnya tidak boleh tipis, tidak boleh sempit, dan tidak membentuk lekuk tubuh kita. Adapun yang bukan termasuk aurat dari seorang wanita adalah kedua telapak tangan dan muka atau wajah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

"Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki." (HR. Tirmidzi, shahih)

Keempat: Tidak boleh ikhtilat (campur baur antara wanita dan pria)

Ikhtilat itu adalah campur baurnya seorang wanita dengan laki-laki di satu tempat tanpa ada hijab. Di mana ketika tidak ada hijab atau kain pembatas masing-masing wanita atau lelaki tersebut bisa melihat lawan jenis dengan sangat mudah dan sesuka hatinya. Tentu kita sebagai wanita muslimah tidak mau dijadikan obyek pandangan oleh banyak laki-laki bukan? Oleh karena itu kita harus menundukkan pandangan,demikian pun yang laki-laki mempunyai kewajiban yang sama untuk menundukkan pandangannya terhadap wanita yang bukan mahramnya, karena ini adalah perintah Allah dalam Al Qur’an dan akan menjadi berdosa bila kita tidak mentaatinya.

Kelima: Menjaga kemaluan

Menjaga kemaluan juga bukan hal yang mudah,karena dewasa ini banyak sekali remaja yamng terjebak ke dalam pergaulan dan seks bebas. Sebagai muslim kita wajib tahu bagaimana caranya menjaga kemaluan. Caranya antara lain dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh atau membangkitkan nafsu syahwat, tidak terlalu sering membaca atau menonton kisah-kisah percintaan, tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi dengan lawan jenis, baik bicara langsung (tatap muka) ataupun melalui telepon, SMS, chatting, YM dan media komunikasi lainnya.

Sudah selayaknya sebagai seorang muslim-muslimah baik remaja atau dewasa, kita mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk mematuhi adab-adab bergaul dengan lawan jenis tersebut. Semoga Allah memudahkan usaha kita. Amin.

[sumber]

Apakah Mengenal Pasangan Harus Lewat Pacaran?

Sebagian orang menyangka bahwa jika seseorang ingin mengenal pasangannya mestilah lewat pacaran. Kami pun merasa aneh kenapa sampai dikatakan bahwa cara seperti ini adalah satu-satunya cara untuk mengenal pasangan. Saudaraku, jika kita telaah, bentuk pacaran pasti tidak lepas dari perkara-perkara berikut ini.

Pertama: Pacaran adalah jalan menuju zina
Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya mungkin hanya melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating. Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu lama kelamaan pun bisa terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri. Begitu banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami semacam ini sebagaimana berbagai info yang mungkin pernah kita dengar di berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti kita agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja tidak dibolehkan, apalagi jika sampai berzina. Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.” Selanjutnya, kami akan tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.

Kedua:  Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan
Padahall Allah Ta'ala perintahkan dalam firman-Nya,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".” (QS. An Nur: 30). Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”

Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via chating dan lainnya. Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena bisa pula sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).

Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.
Inilah beberapa pelanggaran ketika dua pasangan memadu kasih lewat pacaran. Adakah bentuk pacaran yang selamat dari hal-hal di atas? Lantas dari sini, bagaimanakah mungkin pacaran dikatakan halal? Dan bagaimana mungkin dikatakan ada pacaran islami padahal pelanggaran-pelanggaran di atas pun ditemukan? Jika kita berani mengatakan ada pacaran Islami, maka seharusnya kita berani pula mengatakan ada zina islami, judi islami, arak islami, dan seterusnya.
Menikah, Solusi Terbaik untuk Memadu Kasih
Solusi terbaik bagi yang ingin memadu kasih adalah dengan menikah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
« لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ »
Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.
Inilah jalan yang terbaik bagi orang yang mampu menikah. Namun ingat, syaratnya adalah mampu yaitu telah mampu menafkahi keluarga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” Yang dimaksud baa-ah dalam hadits ini boleh jadi jima’ yaitu mampu berhubungan badan. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud baa-ah adalah telah mampu memberi nafkah. Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullahh mengatakan bahwa kedua makna tadi kembali pada makna kemampuan memberi nafkah. Itulah yang lebih tepat.
Inilah solusi terbaik untuk orang yang akan memadu kasih. Bukan malah lewat jalan yang haram dan salah. Ingatlah, bahwa kerinduan pada si dia yang diidam-idamkan adalah penyakit. Obatnya tentu saja bukanlah ditambah dengan penyakit lagi. Obatnya adalah dengan menikah jika mampu. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya obat bagi orang yang saling mencintai adalah dengan menyatunya dua insan tersebut dalam jenjang pernikahan.”

Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta
Berikut adalah beberapa obat bagi orang yang dimabuk cinta namun belum sanggup untuk menikah.

Pertama: Berusaha ikhlas dalam beribadah.
Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”

Kedua: Banyak memohon pada Allah
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Rabbmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu’min: 60)

Ketiga: Rajin memenej pandangan
Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Lihatlah surat An Nur ayat 30 yang telah kami sebutkan sebelumnya. Mujahid mengatakan, “Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah akan menumbuhkan rasa cinta pada Allah.”

Keempat: Lebih giat menyibukkan diri
Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Ibnul Qayyim pernah menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”

Kelima: Menjauhi musik dan film percintaan
Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air dapat menumbuhkan sayuran.”  Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.

Keutamaan Puasa Tiga Hari Setiap Bulan

Puasa yang satu ini bisa kita rutinkan setiap bulannya. Setiap bulan minimal ada tiga hari berpuasa. Dan lebih utama jika dilakukan di pertengahan bulan, yaitu 13, 14 dan 15 Hijriyah, dikenal dengan puasa Ayyamul Bidh. Apa saja keutamaan puasa tersebut?

[Dalil pertama]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1178)
[Dalil Kedua]
Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,
أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau).” (HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
[Dalil Ketiga]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2345. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Ash Shohihah no. 580)
[Dalil Keempat]
Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Pelajaran Penting
  1. Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada hari apa saja.
  2. Hari yang utama untuk berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul biid. Ada pula yang mengatakan bahwa ayyamul biid adalah hari ke-12, 13 dan 14. Namun pendapat pertama tadi lebih kuat.
  3. Hari ini disebut dengan ayyamul biid (biid = putih, ayyamul = hari) karena pada malam ke-13, 14, dan 15 malam itu bersinar putih dikarenakan bulan purnama yang muncul pada saat itu.
Faedah Puasa Tiga Hari Setiap Bulan
  1. Menghidupkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Memberi istirahat pada anggota badan setiap bulannya.
Moga Allah mudahkan untuk merutinkannya. Wallahu waliyyut taufiq.

[sumber]

Senin, 13 Februari 2012

Hukum Merayakan Hari Valentine Bagi Umat Islam

Tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.

Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.

Perayaan Valentine’s Say adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani

Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.

Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.

The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari .

Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis dari Romawi kuno.

Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.

Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.

Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.

Valentine Berasal dari Budaya Syirik.

Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.

Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid ” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.

Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.

Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka,
naudzu billahi min zalik.

Semangat valentine adalah Semangat Berzina

Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.

Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.

Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.

Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.

Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?

Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.

Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites